Bulan: April 2018

Asyiknya Menelusuri Sejarah dan Jejak Peradaban di Jabodetabek

Oleh Ade Ubaidil

Judul: Jejak
Penulis: Diella Dachlan dan Bimo Tedjokusumo
Penerbit: Epigraf
Cetakan: Maret 2018
Tebal: 258 halaman
ISBN: 978-602-50238-9-7

Ada sekian banyak sejarah nusantara yang belum dituliskan. Bagi seorang pejalan, menemukan artefak peninggalan manusia di masa lalu bak mendapatkan emas di belantara lumpur dan semak belukar. Barangkali itu yang terlintas di benak Diella Dachlan dan Bimo Tedjokusumo. Siapa sangka, dari kegemarannya melakukan perjalanan, dua sahabat ini berhasil menelusuri makam tentara Jerman di kaki Gunung Pangrango, jejak kebudayaan tua di seputar Gunung Salak, jejak kerajaan tua di seputar Jakarta, Bogor hingga karawang.

Melalui buku “Jejak” ini, mereka menarasikan apa saja yang berhasil ditemui di seputaran Jabodetabek. Ternyata, jejak peradaban masa lampau banyak ditemui di sela-sela tempat wisata yang selama ini tersembunyi—atau malah terabaikan keberadaannya. Tak pelak juga berada di antara perkampungan, semak-semak hutan hingga yang rata bersama bangunan yang baru didirikan.
Baca selengkapnya

Catatan Perjalanan Para Pembelajar

Judul Buku : Jejak: Wisata Menelusuri Jejak Peradaban Masa Lalu di Seputar Jabodetabek
Penulis : Diella Dachlan & Bimo Tedjokusumo
Penerbit : Epigraf
Tahun Terbit : 2018
Tebal : 256 halaman

Pertanyaan lah yang menggerakkan peradaban, bukan pernyataan. Kecurigaan, keraguan, rasa penasaran, dan keingintahuan lah yang pada akhirnya membuat manusia bergerak. Meskipun sejarah, merujuk pada kesimpulan sejarawan Yuval Noah Harari, pada akhirnya lahir dari eksperimen ketidaktahuan. Penemuan benua Amerika dan Australia atau pun revolusi Prancis adalah buah dari eksperimen ketidaktahuan.

Buku Jejak: Wisata Menelusuri Jejak Peradaban Masa Lalu di Seputar Jabodetabek yang ditulis oleh Diella Dachlan dan Bimo Tedjokusumo ini adalah sebuah catatan gabungan antara rasa penasaran dan eksperimen ketidaktahuan. Rasa penasaran lah yang menggerakkan Diella dan Bimo menelusuri situs peninggalan era megalithikum di Gunung Salak, prasasti Batutulis yang menyingkap legenda Prabu Siliwangi serta lapisan kisah Pakuan Pajajaran, jejak Kerajaan Tarumanegara di Kampung Muara Bogor, makam Jerman di Megamendung, hingga kisah Kartosuwiryo di Pulau Onrust.

Diella dan Bimo bukan sejarawan, juga bukan arkeolog. Mereka juga tak punya Latar belakang akademis untuk kedua hal tersebut. Diella adalah konsultan komunikasi yang sempat mempelajari sastra Jerman di Universitas Indonesia, Komunikasi Pembangunan Pertanian di Institut Pertanian Bogor, dan studi komunikasi dan media di University of Leicester Inggris.
Baca selengkapnya

WOK – Sebuah Catatan

Oleh Rifqi Yustianto Setyandaru

Syahdan, pada medio 1990 menjelang kelulusan siswa-siswi SMPN 2 Jember, tercetus ide untuk merayakannya dengan berdarmawisata ke Pulau Bali. Ide yang menarik tapi jelas butuh dana yang tidak sedikit. Apabila hanya mengandalkan iuran sesama murid, bisa jadi yang berangkat tidaklah semua dan rasanya kurang lega. Kemudian muncul ide lain, bagaimana kalau mencetak buku kumpulan puisi dan menjualnya kepada orang tua murid untuk menambah dana yang ada?

Puisi? Iya, puisi. Saat itu, setiap terbit majalah sekolah bernama Si Mini, rubrik puisi selalu terisi. Ada yang menggunakan nama terang, ada yang menggunakan samaran, kegenitan generasi yang dibesarkan Orde Baru yang barangkali akan ditertawakan putra-putri zaman kini. Begitulah, puisi-puisi yang terserak itu kemudian diseleksi lebih lanjut untuk kemudian dibukukan dan diterbitkan. Berjudul Puisiku Puisimu. Buku itu entah terjual berapa eksemplar, namun, yang jelas perjalanan ke Bali menjadi terlaksana dan kami semua bergembira.

Pemilihan puisi dan koordinasi pencetakan bukunya saat itu dipimpin oleh guru cum seniman sekaligus pembina OSIS bernama Pak Purwono. Kami biasa memanggilnya Pak Pur, meski beliau membahasakan dirinya dengan panggilan Wok.
Baca selengkapnya