Bagaimana mungkin seseorang yang belum pernah melihat dunia dapat menulis novel?
Redaksi Epigraf kembali bertemu dengan kejutan-kejutan baru. Pada dini hari, tiba-tiba masuk sebuah email dari seorang penulis. R, namanya. Ia mengaku seorang mahasiswi tunanetra dan telah menerbitkan beberapa novel.
Sejenak aku tercekat! Seorang tunanetra, telah menerbitkan beberapa novel? Bagaimana caranya? Secara diam-diam, aku mulai googling dan menemukan beberapa media yang memuat pemberitaan tentangnya. Olala, tidak main-main! Ia memang telah menelurkan beberapa novel serta juara 1 sebuah ajang penulisan tingkat nasional.
Dalam menulis, ia mengaku menggunakan program screen reader di laptopnya. Ia mengikuti kegiatan mahasiswa, aktif di media sosial, berselancar di dunia maya, riset materi, serta rajin membaca. Oke. Tapi menulis novel? Bagaimana mungkin seseorang yang belum pernah melihat dunia dapat menulis novel?
Tiba-tiba aku jadi teringat sosok Gol A Gong. Penulis Balada Si Roy yang legendaris itu. Penulis yang menulis dengan satu tangan. Namun, dengan lima jarinya, ia justru produktif tanpa jeda. Ia menafikan kondisinya. Ia menerbitkan puluhan buku, melakukan perjalanan keliling dunia, serta membangun Rumah Dunia.
Aku jadi tercenung. Mereka orang-orang hebat. Orang dengan kondisi normal sekalipun belum tentu berani melakukan apa yang sudah dan sedang mereka lakukan. Tangan Tuhan betul-betul bekerja melalui mereka.
R ingin aku membaca naskah novelnya. Menilainya, mengoreksinya, serta ingin diterbitkan oleh Epigraf. Begitu naskah kuterima, lagi-lagi aku terperangah! Tulisannya bersih, minim salah ketik, tanda baca serta tata bahasanya tepat. Lebih gila lagi: ia bisa mendeskripsikan karakter tokoh, suasana, dan tempat begitu detail. Aku sampai geleng-geleng kepala!
R ingin datang ke kantor Epigraf. Namun pada akhirnya kami sepakat untuk bertemu di kampusnya. Hingga aku menuliskan catatan ini, aku masih belum lagi tahu: bagaimana cara ia menulis novel?
Seketika aku jadi terigat sajak Wiji Thukul, Penyair:
jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis di dinding
jika menulis dilarang
aku akan menulis dengan
pemberontakan
dan tetes darah
Perempuan hebat! Para pemberani yang mampu menginspirasi banyak orang!
Bandung, 28 Maret 2016
― Kang Epi ―
[sep merangkap kerani di epigraf.id]