Pada tulisan ini saya ingin berbicara soal pilihan hidup Haruki Murakami. Murakami telah memilih hidupnya menjadi seorang pelari dan novelis. Meskipun begitu, rupanya tidak mudah untuk melakukannya. Berlari maupun menulis sama-sama pekerjaan berat dan melelahkan baginya.
Suatu kali Murakami mewawancarai pelari Olimpiade, Toshihiko Seko, sesaat setelah pelari itu pensiun dan menjadi pelatih tim perusahaan S&B. Murakami bertanya padanya, “Apakah pelari sekelas Anda pun pernah mengalami rasanya ‘hari ini tidak ingin berlari, tidak mau berlari, dan ingin tidur saja di rumah’?”
Seko menjawab, “Tentu saja. Itu kan wajar!”
Hmm. Ternyata semua orang sama saja, pikir Murakami. Yang membedakannya adalah tekad yang kuat untuk terus berlari, berlari, dan berlari. Jadi, jangan dikira orang yang rajin lari itu tidak butuh perjuangan untuk melakukannya. Mereka berjuang juga lho agar bagaimana terus mau rajin berlari setiap harinya.
Murakami kerap membayangkan dia berada di kereta yang penuh sesak dan rapat-rapat yang tiada akhir. Bayangan itu langsung membuatnya termotivasi lagi, mengikat tali sepatu dan berlari tanpa ragu. Dia pikir kalau begini saja dia tidak bisa melakukannya, dia akan celaka karena tidak bersyukur. Dia sepenuhnya mengerti bahwa saat dia mengatakan hal seperti ini, ada banyak orang yang lebih memilih naik kereta dan menghadiri rapat setiap hari daripada berlari satu jam setiap hari.
“Dibandingkan semua itu, berlari selama satu jam di area perumahan bukanlah apa-apa, kan?” ujar Murakami membujuk dirinya sendiri, tepatnya sedang memberi afirmasi pada dirinya.
Baginya, berlari setiap hari sudah seperti garis hidup. Jadi, dia tidak akan berhenti hanya karena sibuk. Jika dia terbiasa menggunakan sibuk sebagai alasan untuk tidak berlari, dia tidak akan pernah berlari pagi. Dia hanya punya sedikit alasan untuk berlari, tetapi punya segudang alasan untuk berhenti. Semua yang perlu dia lakukan hanyalah memoles yang sedikit itu dengan baik.
Uniknya, kondisi itu persis juga dalam dunia kepenulisan. Walaupun menulis itu hobi, pekerjaan , maupun profesi, melakukannya tetap butuh perjuangan. Karena, berat sekali untuk memulainya, apalagi untuk istikamah melakukannya. Dia mengatakan yang sama perihal menulis dengan lari. Menulis (novel) sudah menjadi garis hidupnya. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menulis.
Setiap kali Murakami merasa tidak ingin menulis, dia selalu bertanya hal yang sama kepada dirinya seperti ini. “Kamu bisa hidup dengan menjadi seorang novelis, bekerja di rumah, menetapkan jam kerjamu sendiri sehingga kamu tidak perlu pergi-pulang naik kereta yang penuh sesak atau duduk pada suatu rapat yang membosankan. Tidakkah kamu menyadari betapa beruntungnya dirimu?” Ketika melakukan afirmasi itu, dia kemudian menulis lagi, hingga dapat menyelesaikannya menjadi sebuah novel.
Saya kira tidak jauh berbeda dengan penulis lainnya. Mereka akan mengatakan nada yang sama seperti Murakami, hanya redaksinya yang berbeda-beda. Seorang penulis akan menyiasati dirinya agar terus menulis. Mungkin sesekali dia berhenti melakukannya, entah karena sedang banyak membaca, traveling, mengerjakan proyek lain yang tidak ada kaitannya dengan menulis, maupun sedang mengalami mental block, tapi setelah itu mereka menulis lagi, dan terus menulis, tanpa henti.
Orang yang menahbiskan dirinya menjadi penulis memang harus pandai memotivasi diri agar terus menulis. Karena, jika tidak, dia tidak akan menulis. Kalau tidak menulis sama saja dia tidak bekerja. Apabila tidak menulis berarti dia terkena sindrom “pseudo penulis”, alias penulis palsu, yang hanya mengaku-ngaku seorang penulis, tapi tidak pernah rajin menulis.
Kiranya, dari Haruki Murakami kita belajar bagaimana dia memilih jalan hidupnya, sekaligus bertanggung jawab dengan pilihannya: menjadi penulis dan pelari. Dan dia sudah membuktikannya. Sepanjang hidupnya, dia sudah menghasilkan banyak novel. Sepanjang hidupnya dia rajin berlari setiap pagi, dan mengikuti lomba maraton di pelbagai negara, termasuk di kota Maraton, Yunani.
Murakami mengatakan suatu hari nanti, jika dia punya batu nisan dan bisa memilih kata-kata untuk diukir di atasnya, dia ingin di situ tertulis:
Haruki Murakami
1949—20**
Penulis (dan Pelari)
Setidaknya Dia Tidak Pernah Berjalan Hingga Akhir
Iqbal Dawami
Penulis, editor, dan trainer kepenulisan.