Naik Gunung Laksana Candu

Oleh Rahmat Hadi

Naik gunung laksana candu. Bikin ketagihan. Tak jarang sulit melepaskan diri dari keindahan panoramanya. Pesonanya seolah enggan berhenti mengalir di segenap pembuluh vena. Mengusik, menggoda hingga merayu. Jika hati sudah terpesona dan terpanggil keindahannya, maka hati siapa yang sanggup mengelak? Hati, pikiran dan rasa seolah terbakar untuk kembali melakukannya. Lagi dan lagi. Begitulah yang kualami.

Satu perjalanan meraih mimpi menjelajah Himalaya di Nepal ke Everest Base Camp (5.364 mdpl) dan Gunung Kalapattar (5.545 mdpl) telah terwujud. Pengalaman pertama menapakkan kaki di gunung luar Indonesia telah terukir.

Pengalaman tak terlupakan menjelajah kawasan pegunungan berselimut salju nan rupawan seperti membius sanubari. Kenangan perjalanan berbumbu canda, tawa hingga air mata senantiasa membelenggu pikiran. Semua terekam indah dan enggan pergi dari ingatan. Sungguh berat rasanya untuk move on. Bukan hanya keindahan panorama pegunungan Himalaya, lebih dari itu. Perjalanan meraih mimpi yang sarat tantangan telah memberikan pelajaran penting dan berarti dalam menapak langkah hidupku ke depan. Lembar demi lembar catatan sejarah akan menjadi berbeda.

Setiap perjalanan ada cerita, setiap perjalanan memiliki makna dan setiap perjalanan akan meninggalkan kesan. Terlebih perjalanan yang telah mengubah paradigma, pola pikir dan rasa percaya diri. Tantangan, rintangan, halangan hingga penderitaan kerap mewarnai setiap perjalanan. Tak jarang berbalut penyesalan sesaat. Namun, saat semuanya usai, apalagi jika perjalanan itu berakhir dengan kesuksesan, rasa ingin mencoba tantangan selanjutnya tak kan terbendung laksana air bah.

Perjalanan menggapai mimpi ke Everest Base Camp telah menjadi langkah awal bagiku untuk melangkah lebih jauh. Keinginan dan keberanian untuk mulai menjelajah belahan bumi lainnya menghantui pikiran. Himalaya ibarat memberi semangat dan rasa percaya diri luar biasa. Aku telah membuktikan pepatah sang bijak bahwa pemberani bukan mereka yang tidak memiliki rasa takut. Pemberani itu adalah mereka yang bisa mengatasi rasa takutnya. Itu benar, Kawan.

“Aku bisa mengikuti kata hatiku. Aku mampu melakukan apa yang kuinginkan. Aku mampu mewujudkan mimpiku. Aku sanggup, mampu dan bisa karena aku mau. Karena aku punya mimpi. Punya hasrat. Yang paling penting, aku berusaha keras mewujudkannya. Where there is a will, there is a way. Bermimpilah dan biarkan semesta yang menyiapkan jalannya”.

Begitulah kalimat-kalimat sarat motivasi yang berputar di kepala saat kali pertama menjejakkan kaki di Indonesia. Perjalanan menggapai mimpi itu telah usai. Segala lelah dan perjuangan untuk mewujudkannya telah terbukukan dengan rapi. Namun, tak begitu dengan kenangan. Setiap hari aku masih bisa merasakan aroma tanah rangkaian pegunungan Himalaya dalam setiap desah napas dan derap langkah. Ribuan foto terbingkai kenangan menghias lembaran indah hidup dan hari-hariku. Apakah hanya sampai di situ? Akankah itu menjadi mimpi awal dan terakhir?

Maaf, Kawan, pengalaman menggapai mimpi ke Himalaya hanyalah langkah awal. Sejarah pencapaian dan penaklukkan diri baru saja dimulai. Lembaran hidup dalam meraih mimpi baru saja terbuka. Laksana buku, pencapaian itu baru halaman pembuka atau prakata. Bersiaplah untuk membuka halaman berikutnya: buku ini, Kilimanjaro – Menapak Atap Afrika.